Sudah
rahasia umum jika izin penggunaan frekuensi adalah hak masyarakat yang di pinjamkan
kepada operator untuk waktu tertentu. Jika frekuensi itu tidak digunakan secara
optimal maka bisa di minta kembali haknya. Operator harus menggunakan secara
optimal untuk kepentingan masyarakat.
Operator
yang memperoleh izin menyelenggarakan layanan 2G dan 3G diwajibkan menggelar
infrastruktur jaringan, termasuk layanan komersial dan membayar biaya hak
penggunaan (BHP) frekuensi. Sayangnya ada operator yang sudah merasa memiliki
frekuensi terkesan tidak peduli dengan hak yang semestinya dirasakan juga oleh
masyrakat.
Beberapa
operator besar sudah mendapatkan tambahan frekuensi 3G. Kabarnya siap
memberikan layanan teknologi tingkat tinggi di sektor akses data. Bahkan menggembar-gemborkan
bakal lebih agresif menggelar ekspansi jaringan pita lebar berjalan.
Sebelum
mendapatkan tambahan frekuensi 3G, operator sempat beralasan mengalami
keterbatasan frekuensi sehingga tidak bisa meningkatakan kapasitas layanan 3G
kepada pelanggan. Nyatanya, setelah tambahan blok frekuensi 3G didapatkan,
masih banyak pengguna 3G yang kecewa dengan akses data yang lamban dan tidak
jarang putus di tengah jalan.
Operator
seluler masih mengumbar janji manis
ketimbang peforma layanan. Padahal dengan penambahan blok frekuensi 3G, sudah
sewajarnya kualiatas layanan data operator membaik.
Untuk
menjaga kualitas layanan operator telekomunikasi, sebenarnya Departemen Komunikasi
dan Informatika (Depkominfo) sudah memiliki dasar aturan. Yakni peraturan mentri
Komunikasi dan informatika nomor 12 tahun 2008, tentang Standar Kualitas
Pelayanan Jasa Telepon Dasar Pada Jaringan Bergerak Selular. Juga tercantum
dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaran Telekomunikasi
Pasal 15 Ayat (1): Penyelenggaran jasa telekomunikasi wajib menyediakan
fasilitas telekomunikasi untuk menjamin kualitas pelayanan jasa telekomunikasi
yang baik.
Perlindungan
bagi konsumen sendiri (termasuk pengguan layanan telekomunikasi) adalah hal
mutlak. Sesuai dengan amanat regulasi yang meliputi UU No. 8/1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
Belum usai
soal kualitas layanan yang masih jeblok, operator nomor Telkomsel berulah
dengan keengganan pindah ke kanal yang diatur BRTI, operator tersebut terkesan menghambat
peningkatan mutu jaringan dengan menagangkangi penataan blok 3G yang diatur
pemerintah.
Seperti diketahui,
regulator tengah menata blok 3G di rentang pita 2.1GHz supaya lebih tertib
dimana setiap operator diberikan blok yang bersebelahan. Telkomsel diminta
pindah dari blok 4 ke blok 6. Namun operator besar tersebut menolak sehingga
pemberian kanal kedua 3G untuk operator Axis dan operator Tri jadi
terkatung-katung.
Telkomsel
yang awalnya ada di kanal 4 dan 5 diminta pindah ke kanal 5 dan 6 agar Tri bisa berasa di kanal 1 dan 2,
sedangkan Axis berasa pada kanal 3 dan 4. Sementara posisi sekarang adalah Tri
berada di kanal 1, Axis (3), Telkomsel (4 dan 5), Indosat (7 dan 8), XL (9 dan
10). Sementara kanal nomor 2, 6, 11, dan 12 kosong.
Sayang,
Telkomsel tetap ngotot enggan pindah kanal. Alasannya lantaran terlanjur
berinfestasi dan harus merogoh kocek tinggi jika migrasi. Padahal BRTI menyebut
tidak ada investasi tambahan untuk pindah kanal. Di sisi lain, XL pun mesti
dari kanal 6 ke 9 namun tidak ada masalah.
Lebih dari
itu, Telkomsel yang sudah mendapat tambahan blok kedua sebesar 5 MHz bahkan
mengajukan permintaan blok ketiga. Alasan operator tesebut mengajukkan tambahan
frekuensi lantaran trafik terus meningkat dan trend teknologi kedepan adalah
konsumsi data.
Tidak bisa
di pungkiri, sejak layanan data menjadi ladang pendapatan baru industri
telekomunikasi, operator seluler begitu agresif meminta jatah tambahan
frekuensi. Sayangnya, seperti berulang-ulang ditekankan sampai sekarang spectrum atau frekuensi itu tidak dioptimalakan oleh operator bahkan
soal mutu masih dipertanyakan.
Operator
telekomunikasi mesti lebih bijak dalam mengemban tanggung jawab sebagai
pemegang lisensi penyelnggaraan layanan telekomunikasi di tanah air. Tambahan spectrum harusanya dipakai untuk mengembangkan jaringan pita lebar untuk
masyarakat pedesaan dan daerah terpencil bukan hanya di kota besar.